Penghilangan Jabatan Sekda Tanpa SK : Maladministrasi di Buton Tengah Harus Diusut Tuntas


StasiunBerita.id - Buton Tengah, 7 Oktober 2025 - Aliansi Pemuda Mahasiswa dan Masyarakat Kepulauan Buton (APMM Kepton), bersama sejumlah aktivis tata kelola pemerintahan menyampaikan keprihatinan mendalam atas dugaan penghilangan jabatan Sekretaris Daerah Kabupaten Buton Tengah tanpa prosedur hukum yang sah. Kasus ini mencuat setelah H. Kostantinus Bukide, S.H., M.Si., yang menjabat sebagai Sekda definitif sejak 2019, dinyatakan tidak lagi menjabat tanpa adanya Surat Keputusan pemberhentian dari Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK).

Berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan APMM-Kepton dan telah dikaji, termasuk SK pengangkatan, rekomendasi Badan Kepegawaian Negara (BKN), dan surat dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), jabatan Sekda yang diemban oleh Kostantinus dinyatakan layak diperpanjang. Rekomendasi BKN tertanggal 28 November 2024 menyatakan bahwa masa jabatan dapat diperpanjang, dan surat Mendagri tanggal 21 Januari 2025 menegaskan bahwa Sekda tetap menjalankan tugas sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Namun, setelah pelantikan Bupati definitif pada Maret 2025, jabatan Sekda dinyatakan kosong tanpa proses pemberhentian formal. Sebagai gantinya, Bupati Buton Tengah menunjuk Pelaksana Harian (Plh) Sekda melalui SK Nomor 279 Tahun 2025 dan melimpahkan kewenangan Pengguna Anggaran (PA) kepada Asisten Administrasi Umum melalui SK Nomor 253 Tahun 2025. Penunjukan ini dilakukan tanpa dasar hukum yang sah dan bertentangan dengan ketentuan yang berlaku.

Menurut Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2018, penunjukan Plh Sekda hanya dapat dilakukan jika Sekda tidak bisa melaksanakan tugas kurang dari 15 hari kerja atau dalam proses pemberhentian yang belum selesai. Sementara itu, PP Nomor 12 Tahun 2019 dan Permendagri Nomor 77 Tahun 2020 menegaskan bahwa PA untuk Sekretariat Daerah harus dijabat oleh Kepala SKPD, yaitu Sekda. Pelimpahan kepada pejabat non-Kepala SKPD tidak hanya melanggar asas legalitas, tetapi juga membuka ruang konflik kepentingan dalam pengelolaan keuangan daerah.

“Ini bukan sekadar konflik jabatan. Ini adalah bentuk nyata dari maladministrasi yang merusak integritas birokrasi daerah. Ketika jabatan strategis seperti Sekda bisa dihilangkan tanpa SK pemberhentian, maka kita sedang menyaksikan erosi terhadap prinsip kepastian hukum dan perlindungan hak ASN,” ujar salah satu aktivis (Dhira Adiyatma Jaya) dari APMM-Kepton.

Lebih lanjut, aktivis juga menyoroti tuduhan netralitas ASN yang diarahkan kepada Kostantinus dalam konteks Pilkada 2024. Tuduhan tersebut disampaikan oleh Bupati Buton Tengah kepada BKN, namun tidak pernah diklarifikasi secara resmi kepada yang bersangkutan. Bahkan, pemeriksaan oleh Inspektorat Provinsi Sulawesi Tenggara terhadap dugaan pelanggaran netralitas ASN tidak menghasilkan laporan final karena ditolak oleh pihak-pihak yang diperiksa.

“Kami mendesak Ombudsman RI untuk menyatakan telah terjadi maladministrasi dan merekomendasikan tindakan korektif, termasuk pemulihan hak jabatan ASN yang dirugikan. Kami juga meminta BKN dan Kemendagri untuk tidak membiarkan praktik penghilangan jabatan tanpa dasar hukum menjadi preseden buruk di daerah lain,” tegas pernyataan Dhira Adiyatma Jaya (APMM-Kepton).

Kasus ini menjadi momentum penting untuk mendorong reformasi dalam pengelolaan jabatan tinggi pratama di daerah. Jabatan ASN bukanlah alat politik, melainkan fondasi profesionalisme birokrasi. Ketika prosedur hukum diabaikan, maka bukan hanya individu yang dirugikan, tetapi juga kepercayaan publik terhadap institusi pemerintahan.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama